Protokol untuk Bertemu dengan Syekh
Adab Terhadap Syekh, Bagian ke-3
Mawlana Syekh Hisyam Kabbani
3 Maret 2012 Burton, Michigan
Masjid As-Siddiq setelah Salaat al-Maghrib
A`uudzu billahi min asy-Syaythaani 'r-rajiim. Bismillahi 'r-Rahmaani
'r-Rahiim.
Nawaytu 'l-arba`iin, nawaytu 'l-`itikaaf, nawaytu 'l-khalwah, nawaytu 'l-`uzlah,
nawaytu 'r-riyaadhah, nawaytu 's-suluuk, lillahi ta`ala fii haadza 'l-masjid.
Allahuma thahir qalbii min asy-syirki wa ‘n-nifaaq. (Doa sebelum menggunakan miswaak)
Silakan duduk dalam lingkaran yang besar, karena ini harus berbentuk sebagai suatu halaqa, sebagaimana yang disebutkan oleh Nabi (s) bahwa para malaikat datang dengan melingkar di atas manusia yang melakukan zikir. Allahuma shalli `ala Sayyidina Muhammad (s)!
(Khatm)
A`uudzu billahi min asy-Syaythaani 'r-rajiim. Bismillahi
'r-Rahmaani 'r-Rahiim.
Nawaytu 'l-arba`iin, nawaytu 'l-`itikaaf, nawaytu 'l-khalwah, nawaytu 'l-`uzlah,
nawaytu 'r-riyaadhah, nawaytu 's-suluuk, lillahi ta`ala fii haadza 'l-masjid.
Kita telah membahas hal ini minggu lalu, sore
ini dan insyaa-Allah kita
akan melanjutkannya malam ini mengenai level tertinggi di dalam Islam
di mana, secara umum, itu merupakan kondisi Ihsaan, yang disebutkan oleh
Nabi (s) kepada Jibriil (a), yaitu “Beribadah
kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya.” Tentu saja kita tidak
dapat melihat Allah (swt), tetapi itu artinya seolah-olah engkau
melihat-Nya, dan jika engkau melihat-Nya, apakah salatmu menjadi
berbeda? Jadi, itu artinya kalian harus sangat cermat dengan setiap
gerakan yang kalian buat. Level tertinggi dari Islam sudah tentu,
setelah kelima rukun (Islam) dan enam rukun iman, adalah bagaimana
mendisiplinkan diri kalian agar kalian dapat
memperoleh manfaat dan belajar dari guru kalian.
Mengenai
disiplin, sebagai tambahan bagi apa yang telah kami sebutkan
sebelumnya, ketika kalian memasuki majelis zikrullah, kalian harus masuk
dengan penuh penghormatan kepada setiap orang yang duduk di dalam
majelis, dan juga hilangkan dari dalam kalbu kalian, manzu`a `anin ‘sy-syawaa'ib,
“hilangkan semua gangguan.” Jika kalian ingin melatih seekor kuda
dengan
sangat bak, kalian memasangkan “kaca mata kuda” di matanya untuk
mengurangi gangguan dan mencegahnya untuk melihat ke kanan dan ke kiri,
“membuatnya buta” terhadap semua hal kecuali jalan di depannya. Di
dalam adab thariqah,
kalian tidak melihat lurus ke depan, melainkan ke tempat di mana kalian
akan meletakkan kaki kalian. Itulah arti dari “jangan tinggikan
pandangan kalian,” letakkan mata kalian pada mawdu` al-qadam, “tempat di mana kalian akan berpijak.” Bahkan di jalan, Grandsyekh (q) seringkali memerintahkan kita untuk tidak melihat ke
mana-mana kecuali ke tempat di mana kita akan meletakkan kaki kita, yakni di trotoar, dan tidak melihat ke kanan atau ke kiri.
Tetapi
sekarang ke arah mana kita memandang? Kita tidak pernah melihat kaki
kita, kita bahkan bisa terperosok ke dalam selokan, karena kita melihat
ke kiri dan ke kanan! Jadi ketika kita memasuki sesi zikrullah, kita
melepaskan semua urusan dunia, dan datang dalam keadaan bersih. Hal ini
tidak mudah untuk dilakukan, tetapi ini adalah tugas kalian. Seperti
halnya di universitas, kalian mempunyai sesi teori dan sesi laboratorium
di mana kalian berlatih, seperti
seorang dokter harus melakukan tugas residensinya. Ini (shuhbah) adalah teori, tetapi kemudian kita harus melatih diri kita atau kalau tidak, tidak perlu untuk mengikuti thariqah. Kita telah memenuhi kelima rukun Islam: salat, puasa, memberi sedekah, haji, dan kita mengucapkan, “Asy-hadu an laa ilaaha illa-Llah, wa asy-hadu anna Muhammadan `abduhu wa habiibuhu wa rasuuluh.” Oleh sebab itu, mengapa kita menempatkan diri kita pada sesuatu yang lebih sulit lagi (dengan mengikuti thariqah)? Karena hati kita membimbing kita menuju kesempurnaan. Itulah sebabnya mengapa kalian datang ke sini.
Sayyidina
Muhammad
(s) mengajarkan para Sahaabah (r) kesempurnaan dalam perilaku mereka,
disamping salat dan kewajiban mereka. Baru saja murid ini berkata
kepada murid yang ini, “Perbaiki ini.” Kemudian ia menjadi marah dan
berteriak padanya, meskipun orang ini patut mendapatkannya, tetapi ia
tidak berhak untuk marah padanya bahkan jika ia tidak ingin melakukan
(apa yang dimintanya). Lebih baik untuk tidak membuat diri kalian
terdengar atau berteriak di depan orang, meskipun di sini itu tidak
masalah, karena kita sedang belajar. Di dalam thariqah kita
tidak hanya bergantung pada teori, tetapi kita harus berperilaku sesuai
dengannya dan melakukan tugas “residensi” kita, di mana segera setelah
kalian masuk dari pintu, lepaskan segala sesuatu dari dunia
luar dan fokus sepenuhnya kepada guru.
Seperti
yang kami katakan tadi pagi, al-Asba`ii (r), seorang sahabat karib Imam
Syafi`ii (r), berkata bahwa ia sering kali merasa malu dan bahkan takut
untuk meminum secangkir air di depan Imam Syafi`ii. Allah, Allah! Betapa kita memerlukan nasihat ini.
سمعت الربيع بن سليمان ، يقول : " ما والله اجترأت أن أشرب الماء والشافعي ينظر إلي هيبة له "
ma’a w’Allahi ajtaraat an asyrab al-maa wa asy-syafi`ii yanzhur ilayya haybatan lah,
Ar-Rabi`ii
bin Sulayman (seorang sahabat Imam asy-Syafi`ii) berkata, “Demi Allah,
aku merasa malu bahkan untuk meminum secangkir air ketika asy-Syafi`ii
sedang melihatku, karena kehadirannya yang agung.”
Ketika
kalian mulai kehilangan penghormatan kalian, dengan berpikir, “Aku
sangat dekat dengan Syekh dan keluarganya dan aku bisa pergi ke mana pun
yang aku inginkan di dalam rumahnya,’ maka tidak ada lagi rasa takjub
atau takzim, kemudian kalian akan kehilangan perasaan bahwa beliau
adalah seorang syekh dan wali. Kalian kehilangan
penghormatan, dengan melihatnya sepanjang hari dan masuk tanpa hormat
dan tanpa izin, sampai syekh menjadi muak dengan kalian. Inilah
sebabnya mendekati syuyuukh adalah seperti mendekati api, karena ada banyak garis merah yang mungkin kalian langgar.
Jadi, segera setelah kalian masuk dari pintu, gunakan siwaak dan bacalah, Allahuma thaahir qalbii min asy-syirki wa ‘n-nifaaq, “Ya Allah! Sucikanlah kalbuku dari syirk dan
kemunafikan!” Gunakan satu tangan kalian untuk menutupi mulut karena
itu adalah adab, dan segala sesuatu di dalam Islam mempunyai adab.
Salat yang didahului dengan penggunaan siwaak adalah setara dengan 27 salat tanpa siwaak! Jika kalian melakukan salat Subuh, Zhuhur, `Ashar, Maghrib atau salat-salat lainnya, dan kalian menggunakan siwaak dan mengucapkan, “Allahuma thaahir qalbii min asy-syirki wa ‘n-nifaaq” kemudian salat, maka salat itu mempunyai pahala setara dengan 27 salat. Apa yang lebih baik dari itu?
Jadi beliau berkata, “Musta`milan li ’s-siwaak,
kalian harus memastikan bahwa kalian bersiwak sebelum masuk untuk
menemui Syekh kalian,” membersihkan diri kalian dan masuk dengan wudu
yang lengkap. Karena sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi (s), “Salat
yang dilakukan
dengan bersiwak diberi ganjaran 27 kali lipat,” jadi jika kalian salat
lebih banyak lagi, kalian akan diberi pahala lebih banyak lagi. Dan
masing-masing salat diberi ganjaran dengan 27 salat, dan ketika ia
semakin bertambah, kalian juga mendapat ganjaran yang lebih banyak lagi
sehingga kalian akan mencapai level “melihat tanpa melihat.” Allah
(swt) tidak menggandakan pahala salat, tetapi melipatgandakan pahalanya
dengan 27 salat! Jadi itu akan mengangkat kalian 27 kali lebih tinggi
dan tinggi lagi dalam tingkat keilmuan!
Mawlana
Syekh Nazim (q) telah membukakan ilmu ini sekarang; saya
tidak pernah mendengarnya sebelumnya. Mengapa itu 27 kali dan bukannya
28? Setiap orang mempunyai batas yang harus ia raih; kalian tumbuh dan
terus tumbuh sampai mencapai tingkatan ini. Di sana kalian melihat apa
yang tidak dapat dilihat oleh orang lain, sampai di sini (satu
tingkatan di bawahnya). Kalian terhalang oleh hijab pada platform itu
sehingga kalian tidak dapat melihat lebih dari itu, dan dengan demikian
kalian harus berada di bagian atas dari platform tersebut, dan untuk
bisa berada di atas, Allah memberi kalian kesempatan melalui setiap
salat dengan dilipatgandakan pahalanya 27 kali, hanya dengan
menggunakan siwaak, meskipun tanpa memenuhi sunnah yang lain. Mengapa 27? Karena itu adalah angka yang akan membawa kalian untuk mencapai (tingkatan) turunnya kitab suci al-Qur'an!
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
Innaa anzalnaahu fii laylati ‘l-qadr.
Sesungguhnya! Kami telah menurunkannya (al-Qur’an) pada Laylat al-Qadr, Malam Kemuliaan." (Surat al-Qadr, 97:1)
Itu artinya kalian akan mencapai (tingkat) Laylat al-Qadr karena itu terjadi
pada tanggal 27 Ramadan, dan hanya dengan menggunakan siwaak, kalian akan meraih tajali itu yang akan mengangkat kalian hingga ke tingkat turunnya ayat tersebut, “Innaa anzalnaahu fii laylati ’l-qadr,” seolah-olah
kalian telah diangkat hingga tingkat di mana kalian dapat melihat
cahaya Laylat al-Qadr. Kalian akan melihatnya dalam setiap salat,
tetapi kalian belum melihatnya karena kalbu kalian belum siap untuk
melihat ilmu-ilmu ini. Jika kalian terus melanjutkannya, sebagaimana
yang kami katakan, ajall al-karamaat dawaam at-tawfiiq, “Keramat atau keajaiban terbesar adalah untuk konsisten terhadap apa yang kalian lakukan.”
Ini
artinya jangan berkata, “Aku telah melakukan banyak salat, banyak
selawat, dan sekarang aku akan berhenti.” Kalian tidak dapat
mengatakan, “Aku telah banyak melakukannya,” dan kalian harus tahu bahwa
ketika kalian mencapai takdir kalian, Allah (swt) akan
memberi kalian ini (melihat cahaya Laylat al-Qadr). Jadi, itu
merupakan asbaab, jalan untuk membawa kalian ke sana. Jadi ketika kalian mengucapkan,“Allahuma thaahir qalbii min asy-syirki wa ‘n-nifaaq,” kalian membersihkan kalbu kalian dari segala yang mengganggu kalian di dunia.
Dan ini sangat penting: al-Asba`ii (r) berkata, wa an la yadkhul `ala asy-syaykh bi ghayri istidzaan, “Ia
tidak mempunyai hak untuk memasuki tempat di mana syekh berada tanpa
seizinnya." Izin tidak diperlukan jika Syekh berada di dalam masjid,
tetapi jika Syekh berada di dalam rumah, maka harus ada izin. Jadi
jangan tempatkan Syekh kalian di bawah beban dengan memasuki ruangan
pribadi Syekh dan mengganggu privasinya.
Meskipun kalian dekat dengan Syekh sebagai seorang sahabat, itu
merupakan beban berat ketika kalian melanggar Syari`ah.
Sebagai
rangkuman, kalian tidak boleh memasuki rumah Nabi (s) tanpa izin,
kecuali kalian mendapatkan izin baik untuk makan atau untuk bertanya.
Jika kalian diberi izin, maka kalian boleh masuk, tetapi jangan datang
lebih awal untuk duduk-duduk dan mengobrol; hal itu akan menyakiti hati
Nabi (s) ketika beliau duduk bersama keluarganya, istri dan putrinya,
dan para Sahaabah (r) duduk dan mendengarkan. Bahkan jika kalian sangat
dekat dan kalian melakukan yang terbaik (untuk
melayani Syekh) sepanjang hidup kalian, hal itu tidak memberi kalian
hak untuk masuk tanpa izin. Untuk alasan apapun, kalian memerlukan izin
untuk memasuki rumahnya!
Sama halnya, untuk memasuki salat juga diperlukan izin. Ketika kalian mengucapkan, “Allahu Akbar,” kalian memasuki Baitullah, kalian berada di antara Tangan Allah. Jadi para awliyaullah berkata, “Segera setelah kalian salat sunnah untuk mempersiapkan salat fardu, salat wajib, bacalah Syahadat tiga kali untuk memperbarui tawhiid kalian, dan kemudian bacalah 100 kali istighfaar, dan kemudian tiga kali qul huw ’Allahu Ahad, dan
barulah kalian siap untuk melaksanakan kewajiban (salat) kalian.”
Mereka ingin mempersiapkan kalian agar menjadi bersih dan suci untuk
memasuki salat kalian.
Kalian
tidak dapat memasuki masjid tanpa disiplin. Kalian harus masuk dengan
kaki kanan, menggunakan siwak, tidak bicara dengan orang lain dan
kemudian duduk sendiri lalu lakukan adab yang baru saja saya katakan dan
berikan pahalanya kepada Nabi (s), lalu berdiri untuk melaksanakan
salat. Ketika salat, ke arah mana kita harus memandang? Banyak orang
yang melihat ke kanan dan ke kiri atau menggaruk hidung mereka ketika
salat. Kalian harus memandang pada tempat sujud kalian, dan
berhati-hatilah, jangan menutup mata kalian, selalu fokuskan pandangan
ke tempat sujud. Jika saya memandang pada sajadah saya di sini, maka
saya harus melihat pada tempat di mana saya meletakkan dahi saya,
bukannya melihat ke sana ke mari seperti yang banyak dilakukan orang.
Itu adalah ketika kalian dalam posisi berdiri.
Ketika kalian ruku`, kalian harus melihat pada ujung kaki kalian; ketika qiyyaam (berdiri) lihat pada posisi sujud; ketika duduk at-tahiyaat lihat pada paha kalian, ketika kalian membaca Syahadah; jangan melihat pada tempat sujud kalian.
Segala sesuatu mempunyai disiplin dan semua ini disebutkan di dalam Syari`ah,
tetapi orang-orang tidak menaruh perhatian. Praktik-praktik ini
merupakan jalan menuju disiplin spritual yang lebih tinggi dan tinggi
lagi, di mana ketika Syekh meletakkan tangannya ke atas kepala kalian
atau pada kalbu kalian, beliau mentransmisikan ilmu kepada kalian,
beliau akan menjadikan kalian sanggup untuk mengajarkan dan
merepresentasikan beliau. Jadi, kita meminta kepada Allah (swt) agar
kita dapat memiliki adab yang baik terhadap syuyuukh kita, sehingga kita akan bersama mereka di dunia dan akhirat.
Wa min Allah at-tawfiiq bi hurmati 'l-Fatihah.
© Copyright 2012 Sufilive. This transcript is protected by international copyright law.
Please attribute Sufilive when sharing it. JazakAllahu khayr.